RAISUL FATA

Hot

Post Top Ad

Post Top Ad

Thursday, March 14, 2019

APAKAH WANITA HAID HARUS MENGQADHA PUASA DAN SHALATNYA?

10:45 AM 0


Wanita haid dan nifas memang dilarang melaksanakan shalat serta berpuasa, akan tetapi kewajiban yang harus mereka lakukan setelah selesai haid dan nifas adalah mengqadha puasa yang ditinggalkan, bukan mengqadha shalat. Hal tersebut berdasarkan riwayat hadis serta ijma‘ para ulama.

Aisyah Ummul Mukminin radhiyallâhu ‘anhâ;

عن معاذة العدوية قالت سألت عائشة فقلت: ما بال الحائض تقضي الصوم ولا تقضي الصلاة؟ فقالت: أحرورية أنت؟ قلت: لست بحرورية، ولكني أسأل، قالت: قد كان يصيبنا ذلك مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فنؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة

“Dari Mu‘adzah al-‘Adawiyah, ia bertanya kepada Aisyah; Ada apa gerangan mengapa wanita haid harus mengqadha puasanya namun tidak mengqadha shalatnya? Aisyah menjawab; Apakah kamu Harûriyyah? Bukan, saya hanya bertanya. Aisyah menjelaskan; Memang seperti itu syariat yang kami dapati bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita diperintahkan mengqadha puasa, bukan mengqadha shalat”
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf, vol.1, hal.331)


Al-Imam Muhammad Ibn Idris Ibn al-‘Abbas al-Syafi‘i (w.204H);

وكان عاما في أهل العلم أن النبي لم يأمر الحائض بقضاء الصلاة وعاما أنها أمرت بقضاء الصوم، ففرقنا بين الفرضين استدلالا بما وصفت من نقل أهل العلم وإجماعهم

“Sudah jamak diketahui dari para ulama bahwa Nabi tidak memerintahkan wanita haid mengqadha shalatnya, dan juga jamak diketahui bahwa wanita haid diperintahkan mengqadha puasa. Kami membedakan antara dua ibadah fardhu ini berdasarkan periwayat dari para ulama dan ijma‘ mereka yang telah disebutkan sebelumnya”
(Al-Syafi‘i, al-Risâlah, hal.119)


Al-Imam Abu Isa Muhammad Ibn Isa al-Tirmidzi (w.279H);

والعمل على هذا عند أهل العلم، لا نعلم بينهم اختلافا أن الحائض تقضي الصيام ولا تقضي الصلاة

“Para ulama mengamalkan hadis ini, dan tidak kami ketahui adanya perbedaan pendapat mereka dalam kewajiban mengqadha puasa bagi wanita haid, sedangkan shalat tidak diqadha”
(Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, vol.3, hal.154, pada nomor hadis 787)


Al-Imam Abu Bakr Muhammad Ibn Ibrahim Ibn al-Mundzir al-Naisaburi (w.319H);

وأجمع أهل العلم على أن عليها قضاء الصوم لإجماعهم، وسقط عنها فرض الصلاة لثبوت السنة والإجماع

“Wanita haid yang tidak berpuasa wajib mengqadha puasanya berdasarkan ijma‘ para ulama, sedangkan kewajiban -qadha- shalat gugur bagi mereka berdasarkan sunnah dan ijma‘”
(Ibn al-Mundzir, al-Awsath Fî al-Sunan wa al-Ijmâ‘ wa al-Ikhtilâf, vol.7, hal.191)


Al-Imam Abu al-Hasan Ali Ibn Khalaf Ibn Abdil Malik Ibn Batthâl al-Qurthubi (w.449H);

وأجمعوا أن عليها قضاء ما تركت من الصيام، ولا قضاء عليها للصلاة

“Para ulama berijma‘ bahwa wanita haid wajib mengqadha puasa yang ditinggalkannya, namun tidak dengan shalat”
(Ibn Batthal, Syarh Shahîh al-Bukhârî, vol.1, hal.419)


Al-Imam Abu Muhammad Ali Ibn Ahmad Ibn Sa‘id Ibn Hazm al-Andalusi (w.456H);

وأجمعوا أن الحائض تقضي ما أفطرت في حيضها

“Dan para ulama berijma‘ bahwa wanita haid wajib menqadha puasa yang ditinggalkannya selama haid”
(Ibn Hazm, Marâtib al-Ijmâ‘, hal.40)

ولا قضاء إلا على خمسة فقط، وهم الحائض والنفساء فإنهما يقضيان أيام الحيض والنفاس، لا خلاف في ذلك من أحد...

“Tidak ada qadha selain yang lima; wanita haid dan nifas, mereka wajib mengqadha -puasa yang ditinggalkan- selama haid dan nifas. Tidak ada perbedaan yang muncul dalam masalah ini...”
(Ibn Hazm, al-Muhallâ Bi al-Atsâr, vol.6, hal.185)


Al-Imam Abu Bakr Ala’uddin Ibn Mas‘ud Ibn Ahmad al-Kasani (w.587H)

Al-Imam al-Kasani ketika mengomentari atsar dari Aisyah dengan Mu‘adzah yang disebutkan di atas mengatakan;

أشارت إلى أن ذلك ثبت تعبدا محضا، والظاهر أن فتواها بلغت الصحابة ولم ينقل أنه أنكر عليها منكر فيكون إجماعا من الصحابة رضي الله عنهم

“Beliau mengisyaratkan bahwa aturan tersebut murni ta‘abbud. Secara lahir, fatwa Aisyah tersebut sampai kepada para sahabat lain, dan tidak ada riwayat pengingkaran dari mereka, sehingga jadilah apa yang disampaikan itu sebagai ijma para sahabat radhiyallâhu ‘anhum”
(Al-Kasani, Badâi’ al-Shanâi’ Fî Tartîb al-Syarâi‘, vol.2, hal.89)


Al-Imam Abu Muhammad Baha’uddin Abdurrahman Ibn Ibrahim Ibn Ahmad al-Maqdisi (w.624H);

الحائض والنفساء تفطران وتقضيان إجماعا، وإن صامتا لم يجزئهما إجماعا

“Wanit haid dan nifas mesti berbuka dan mengqadha puasa tersebut berdasarkan ijma‘, dan jika mereka tetap berpuasa maka belum sah berdasarkan ijma‘”
(Baha’uddin al-Maqdisi, al-‘Uddah Syarh al-‘Umdah, vol.1, hal.41)


Al-Imam Abu Muhammad Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah al-Maqdisi (w.630H);

أجمع أهل العلم على أن الحائض والنفساء لا يحل لهما الصوم وإنهما يفطران رمضان ويقضيان

“Ulama berijma‘ bahwa wanita haid dan nifas tidak halal berpuasa, sehingga mereka memang harus berbuka lalu mengqadha puasa tersebut”
(Ibn Qudamah, al-Mughnî Syarh Mukhtashar al-Kharqî, vol.3, hal.83)


Al-Imam Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad Ibn Abdillah al-Zarkasyi (w.772H);

القضاء واجب على الحائض والنفساء بالإِجماع

“Mengqadha puasa wajib bagi wanita haid dan nifas berdasarkan ijma‘”
(Al-Zarkasyi, Syarh Mukhtashar al-Kharqî, vol.1, hal.430)

Wallahu a'lam

Ustadz Ashfi Bagindo Pakiah
Read More

TIDAK MENGQADHA PUASA HINGGA BERTEMU RAMADHAN, BAGAIMANA?

10:19 AM 0

Fenomena yang banyak terjadi di kalangan umat muslim ketika tidak melaksanakan puasa Ramadhan oleh suatu halangan adalah kecenderungan mengulur waktu mengqadha puasa yang pernah ditinggalkan itu hingga pada akhirnya bertemu dengan Ramadhan berikutnya tanpa menunaikan kewajiban qadha puasa sebelumnya tanpa ada uzur.

Berikut ini adalah beberapa alasan atau sebab seseorang tidak berpuasa;

1. Bagi laki-laki maupun perempuan yang tidak berpuasa karena sakit, kemudian sembuh, atau bagi musafir/ah yang tidak berpuasa kemudian kembali bermukim, wajib mengqadhanya dalam tempo setelah ‘Idul Fitri hingga satu hari sebelum Sya‘ban usai bila tidak ada halangan atau uzur.

2. Bagi wanita haid dan nifas saat Ramadhan, mereka berkewajiban mengqadha puasa yang ditinggalkannya dalam tempo waktu yang disebutkan di atas saat masa-masa suci bila tidak ada halangan atau uzur.

3. Bagi wanita hamil dan menyusui di bulan Ramadhan dan memilih tidak berpuasa, mereka pun dapat mengqadha puasa itu dalam tempo waktu yang disebutkan di atas bila mampu. Apabila tidak mampu lantaran uzur disebabkan masih dalam masa hamil atau masih dalam masa menyusui, maka qadha tersebut dilakukan apabila telah mampu meskipun setelah Ramadhan berikutnya.

4. Wanita yang pada Ramadhan ini sedang hamil dan memilih tidak berpuasa karena kuatir pada dirinya atau pun pada bayinya, lalu ternyata pada Ramadhan sebelumnya pernah tidak berpuasa karena haid, maka sejatinya dia pernah mendapati momen wajib mengqadha puasa tanpa halangan -selain haid, sakit, atau safar- terhitung setelah ‘Idul Fitri sampai awal kehamilannya saat ini. Bahkan bila kehamilannya pada Ramadhan ini telah memasuki bulan ke-9, bila dihitung mundur, maka akan didapati kehamilannya dimulai pada bulan Muharram. Artinya, dia memiliki tempo tiga bulan untuk mengqadha puasanya tanpa halangan -selain haid, sakit ataupun musafirah-, yaitu pada bulan Syawwal, Dzul Qa‘dah dan Dzul Hijjah.

5. Dan beragam kondisi lainnya.

Mereka yang disebutkan di atas bila tidak ada halangan mengqadha puasa yang pernah ditinggalkan hingga akhirnya bertemu dengan Ramadhan berikutnya, maka selain mengqadha, juga ada kewajiban membayar “kafarat” (baca : Fidyah) sebanyak hari yang ditinggalkan karena faktor mengulur-ulur waktu tersebut.

Berikut adalah riwayat dari beberapa sahabat terkait qadha puasa dan denda fidyah;

Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu ;

عن أبي هريرة قال من أدركه رمضان وهو مريض ثم صح فلم يقضه حتى أدركه رمضان آخر صام الذي أدرك ثم صام الاول وأطعم عن كل يوم نصف صاع من قمح

“Dari Abu Hurairah, ia berkata ; siapa yang sakit pada bulan Ramadhan, lalu sembuh dan tidak mengqadha puasa yang ditinggalkan hingga bertemu dengan Ramadhan berikutnya, maka ia tetap melaksakan puasa Ramadhan yang ada, kemudian dia harus mengqadha puasa yang lewat ditambah dengan -fidyah- setengah shâ‘ gandung untuk setiap harinya”

(Abdurrazzaq, al-Mushannaf, vol.4, hal.234, no.7620)


عن أبي هريرة قال إن إنسانا مرض في رمضان ثم صح فلم يقضه حتى أدركه شهر رمضان آخر فليصم الذي أحدث ثم يقضي الآخر ويطعم مع كل يوم مسكينا

“Dari Abu Hurairah, ia berkata; seseorang yang sakit pada bulan Ramadhan (dan tidak berpuasa), kemudian sembuh, namun puasa itu belum diqadhanya hingga bertemu dengan Ramadhan berikutnya, maka dia tetap harus puasa Ramadhan yang ada, lalu mengqadha puasa yang lewat ditambah dengan denda fidyah; satu orang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan”

(Abdurrazzaq, al-Mushannaf, vol.4, hal.234, no.7621)

سئل سعيد هو ابن أبي عروبة عن رجل تتابع عليه رمضانان وفرّط فيما بينهما فأخبرنا عن قتادة عن صالح أبي الخليل عن مجاهد عن أبي هريرة أنه قال: يصوم الذي حضر ويقضي الآخر ويطعم لكل يوم مسكينا

“Sa‘id Ibn Abi ‘Arubah (w.156H) pernah ditanya tentang seseorang yang bertemu dua Ramadhan dan tidak mengqadha puasa yang ditinggalkan saat jeda antara dua Ramadhan tersebut. Lalu Ibn Abi ‘Arubah langsung menyampaikan riwayat kepada kami dari Qatadah (w.100H)), dari Shalih Ibn Abi Khalil, dari Mujahid (w.101H)), dari Abu Hurairah, ia berkata ; (orang itu) tetap berpuasa Ramadhan ini, lalu harus mengqadha puasa yang ia tinggalkan sekaligus membayar denda fidyah; satu hari yang ditinggalkan untuk satu orang miskin”

(Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, vol.4, hal.253, no.8471)


Abdullah Ibn ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ;

عن ابن عباس: في رجل أدركه رمضان وعليه رمضان آخر قال: يصوم هذا ويطعم عن ذاك كل يوم مسكينا ويقضيه

“Dari Ibn Abbas, tentang seseorang yang bertemu dengan Ramadhan yang baru sementara ia memiliki kewajiban puasa yang lalu, maka Ibn Abbas mengatakan; Dia tetap melakukan puasa yang sekarang, lalu memberikan makan satu orang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan dan disertai dengan mengqadha puasa tersebut”

(Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, vol.4, hal.253, no.8470)

Berikut keterangan para ulama;

Al-Imam Abu al-Hasan Ali Ibn Khalaf Ibn Abdul Malik Ibn Batthal al-Qurthubi (w.449H);

وأجمع أهل العلم على أن من قضى ما عليه من رمضان فى شعبان بعده أنه مؤد لفرضه غير مفرط

“Ulama berijma‘ bahwa orang yang mengqadha puasa Ramadhannya yang lalu di bulan Sya‘ban (sebelum Ramadhan yang baru) berarti telah menunaikan kewajibannya, tidak melampaui masa dia harus mengqadha”

(Ibn Batthal, Syarh Shahih al-Bukhari, vol.4, hal.95)


Al-Imam Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Habib al-Bashri (w.450H);

وإن أخره غير معذور فعليه مع القضاء الكفارة عن كل يوم بمد من طعام، وهو إجماع الصحابة ... هذا مع إجماع ستة من الصحابة لا يعرف لهم خلاف

“Jika seseorang mengundur qadha puasa tanpa uzur maka di samping mengqadha, dia juga harus membayar denda fidyah sebanyak satu mudd untuk satu hari yang ditinggalkan, dan ini adalah ijma‘ para sahabat ... meskipun sahabat yang berijma ada enam orang, namun tidak diketahui ada yang berpandangan berbeda”

(al-Mawardi, al-Hâwî al-Kabîr Syarh Mukhtashar al-Muzanî, vol.3, hal.983 & 984)


Al-Imam Abu Muhammad Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah al-Maqdisi (w.620H);

فإن كان لغير عذر فعليه مع القضاء إطعام مسكين لكل يوم، وبهذا قال ابن عباس وابن عمر وأبو هريرة ... ولنا ما روي عن ابن عمر وابن عباس وأبي هريرة أنهم قالوا: أطعم عن كل يوم مسكينا ولم يرو عن غيرهم من الصحابة خلافهم

“Maka jika seseorang (belum mengqadha puasa) tanpa uzur, maka di samping mengqadha itu dia harus membayar denda fidyah memberi makan satu orang miskin untuk satu hari puasa yang ditinggalkan. Ibn Abbas, Ibn Umar dan Abu Hurairah berpendapat demikian. Kami memiliki riwayat dari mereka (ketika ditanya) mereka menjawab; Beri makanlah satu orang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan, dan tidak ada riwayat dari sahabat lain yang berpendapat berbeda”

(Ibn Qudamah, al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Imâm Abî al-Qâsim al-Kharqî, vol.3, hal.85)


Al-Imam Abu al-‘Abbas Ahmad Ibn Idris Ibn Abdirrahman al-Qarrâfî (w.684H);

وجوابه أن ابن عمر وابن عباس وأبا هريرة رضي الله عنهم كانوا يقولون بذلك من غير نكير فكان إجماعا

“Dan jawab atas itu adalah tidak adanya pengingkaran dari sahabat lain atas perkataan Ibn Umar, Ibn Abbas dan Abu Hurairah (terkait Qadha dan denda Fidyah ini), sehingga menjadi ijma‘”

(Al-Qarrâfî, al-Dzakhîrah, vol.2, hal.525)


Al-Imam al-Hafizh Abu al-Fadhl Ahmad Ibn Ali Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn Hajar al-‘Asqalani (w.852H) ketika memberikan catatan tambahan untuk hadis yang diriwayatkan al-Baihaqi di atas, ia mengatakan ;

وحكى الطحاوي عن يحيى بن أكتم أن في هذه المسألة قول ستة من الصحابة وسمى منهم صاحب المهذب عليا وجابرا والحسين بن علي

“Dan al-Thahâwî meriwayatkan dari Yahyâ Ibn Aktam bahwa masalah ini ada argumen dari perkataan enam orang sahabat. Penulis al-Muhadzzab (al-Syîrâzî) menyebutkan di antara nama mereka yatu; Ali, Jabir, Husain Ibn Ali”

(Ibn Hajar al-Asqalani, Talkhîsh al-Habîr Fî Takhrîj Ahâdîts al-Râfi‘î al-Kabîr, vol.2, hal.456)


Wallahu A’lam

Ustadz Ashfi Bagindo Pakiah
Read More

Sunday, February 24, 2019

KOMUNITAS PEMUDA "RAISUL FATA" ADAKAN BAKTI SOSIAL

10:01 AM 0

Komunitas Pemuda Pencinta Ilmua Agama dan Dakwah Raisul Fata ata biasa disingkat RAFA mengadakan kegiatan bakti sosial kemarin di taman edukasi anak pemulung Gampong Jawa. (Sabtu, 23/2).

Kegiatan ini diikuti oleh lintas komunitas Dakwah Banda Aceh. Antara lain Komunitas Majelis Mahabbah Rasulullah atau MMR, Komunitas Halaqatul Qulub (HQ) dan beberapa komunitas lainnya. Kegiatan ini sendiri dimulai ba'da Ashar 16.30 WIB sampai dengan selesai.

Muhammad Jufri selaku ketua sekaligus inisiator Komunitas Raisul Fata mengatakan, "Rangakain kegiatan dimulai dengan nonton bareng film islami bersama anak-anak dan juga relawan. Kemudian dilanjutkan dengan ceramah yang diisi oleh ustad Mujtahid Lc. M.Ag yang merupakan pembina Komunitas RAFA dengan tema “Pahlawan-pahlawan super Islam”."


Jufri menambahkan bahwa acara Baksos ini sebenarnya acara pertama yang diadakan RAFA yang bentuknya sosial seperti ini. Harus menjadi perhatian kita memang untik keadaan sekitar seperti ini.

“Insya Allah, semoga kedepannya semakin kerjasama yang bisa kita lakukan dengan taman edukasi pemulung Gampong Jawa ini, karena iniemang tamggung jawab kita bersama, mencerdaskan dan membangun mimpi anak-anak ini,” tutupnya.

Sebelumnya RAFA aktif dalam mengadakan pengajian dua mingguan (setiap Sabtu pagi di Mesjid Baitul 'Allam, Kuta Alam) kepada mahasiswa di lingkungan kota Banda Aceh dengan menghadirkan ustad-ustad muda.

Akhir tahun lalu, RAFA bahkan mendatangkan mubaligh muda ternama dari Malang, Habib Bin Anies yang merupakan alumni Darul Musthafa, Tarim Yaman. Komunitas Raisul Fata yang diisi oleh pemuda dan mahasiswa ini juga mendapat perhatian khusus dari kalangan dayah terutama Abu MUDI beserta Abi Zahrul juga Ayah Muntasir Abdul Kadir, rektor IAI Al-Aziziyah Samalanga.

Bahkan dalam satu kesempatan Abi Zahrul dan Ayah Muntasir memesan kepada komunitas Raisul Fata untuk istiqamah mendakwahkan Islam Ahlussunnah wal Jama'ah untuk kalangan pemuda-pemudi yang ada di Kota Banda Aceh dan sekitarnya. "Kalian yang muda-muda dan mahasiswa harus aktif belajar agama dan berdakwah. Kampus harus menjadi target utama. Jangan sampai kampus malah dikuasai oleh paham liberal dan sekuler yang merusak aqidah orang Islam terutama anak-anak Aceh". Pungkas Teungku Muntasir atau yang kerap disapa Ayah Mun.

Terimakasih Liputan Aceh
Read More

Saturday, July 28, 2018

KUMPULAN FOTO RAISUL FATA SAAT MENGUNJUNGI DAYAH MUDI

2:39 AM 0
Teman-teman Raisul Fata berkujung ke Dayah (Pesantre) terbesar di Aceh saat ini, MUDI (Ma'had Ulumud-Diniyah Islmaiyah) Mesra, Samalanga, Bireuen. Bahkan teman-teman sempat bertemu dengan Abu Mudi, pimpinan dayah yang merupakan sosok ulama kharismatik di Aceh yang telah melahirkan banyak cendikiawan Islam dan teungku-teungku di Aceh melalui rahim MUDI.

Abu Mudi juga merupakan ketua umum sekaligus pengisi kajian tingkat tinggi Tastafi (Tauhid Tasawuf dan Fiqh) di Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh yabg diadakan malam Sabtu (Jum'at malam) di setiap awal bulan (minggu pertama setiap bulannya).

















Read More

KUMPULAN FOTO RAISUL FATA BERSAMA DR. AMRI FATMI ANZIZ

12:45 AM 0
Komunitas Raisul Fata bersama teman-teman menghadiri Kajian Pemikiran Islam yang diasuh oleh salah satu kader ulama dan da'i terbaik yang dimiliki masyarakat Aceh. Dr. Teungku Amri Fatmi Anziz, Lc, MA yang merupakan lulusan doktoral dari Universitas Al Azhar, Mesir.

Teman-teman Raisul Fata juga bertemu secara khusus dengan Ustadz guna meminta sang Ustadz bersedia meluangkan sedikit waktu memberi nasihat dan kajian pemikiran Islam agar keimanan dan keislam bisa mencapai Muqthani' (puas secara akal, nalar dan rasa).

InsyaaAllaah.















Read More

Friday, July 27, 2018

KAJIAN : NAR (NAK AWAK RASA?)

3:37 AM 0

RAFA Memanggil

Kajian Spesial NAR (NERAKA)
Nak Awak Rasa?
_______

. عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا مَنْ لَهُ نَعْلَانِ وَشِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ يَغْلِي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلِ الْمِرْجَلُ مَا يَرَى أَنَّ أَحَدًا أَشَدُّ مِنْهُ عَذَابًا وَإِنَّهُ لَأَهْوَنُهُمْ عَذَابًا.

Dari An-Nu'man bin Basyir RA, dia berkata, "Rasulullah SAW telah bersabda, 'Sesungguhnya siksa penghuni neraka yang paling ringan adalah seseorang yang dipakaikan sepasang terompah yang terbuat dari api hingga otaknya mendidih sebagaimana mendidihnya air yang sedang direbus. Pada saat itu, orang tersebut mengira bahwasanya dialah orang yang mendapat siksaan yang paling pedih, padahal ia adalah penghuni neraka yang paling ringan siksanya.''" (Muslim 1/135)
_______
*Save The Date!*
Sabtu, 28 Juli 2018
Pukul 09.00 WIB s/d Selesai
*Masjid Baitul Allam Gp. Kuta Alam*
Banda Aceh

Bersama:
*Ustadz H. Mursalin Basyah, Lc, M.Ag*
_Alumni Universitas Al Azhar Mesir_

Presented by: *Raisul Fata*
Cp: T. Arif Billah
085277804540

Media Partner: *At_thalib*
Masjid Baitul Allam
Jl. Potemereuhom No.13, Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Aceh 24415


#YukNgaji
#SebentarAja
#NantiKetagihan
Read More

Tuesday, July 24, 2018

INTI AGAMA: BERIMAN DAN MENEBAR KASIH SAYANG

9:56 AM 0

Diriwayatkan sesungguhnya Nabi SAW bersabda:

خصلتان لا شئ افضل منهما الايمان بالله والنفع للمسلمين

"Ada dua perkara, yang tidak ada sesuatu yang lebih utama dari dua perkara tersebut, yaitu iman kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada sesama muslim (baik dengan ucapan atau kekuasaannya atau dengan hartanya atau dengan badannya)."

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga bersabda, "Barang siapa yang pada waktu pagi hari tidak mempunyai niat untuk menganiaya terhadap seseorang maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barang siapa pada waktu pagi hari memiliki niat memberikan pertolongan kepada orang yang dianiaya atau memenuhi hajat orang islam, maka baginya mendapat pahala seperti pahala haji yang mabrur".

Dalam hadits diatas Rasulullah mengabarkan tentang keutamaan berbuat baik kepada seluruh makhluk Allah. Berbuat baik dikategorikan kepada dua perkara: yang pertama kebaikan yang berlaku pasif (yaitu tidak melakukan keburukan) dan kedua kebaikan yang aktif (membantu oranglain dengan segala daya semampunya).

Dan Nabi SAW bersabda "Hamba yang paling dicintai Allah SWT adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan amal yang paling utama adalah membahagiakan hati orang mukmin; dengan menghilangkan laparnya, atau menghilangkan kesusahannya, atau membayarkan hutangnya. Dan selain itu juga terdapat dua perkara yang tidak ada sesuatu yang lebih buruk dari dua tersebut yaitu syirik kepada Allah dan mendatangkan bahaya kepada kaum muslimin". 
Sebagaimana kebaikan dikerjakan dengan anggota tubuh badan, pikiran atau pun juga harta. Kejahatanan juga berlaku sama (baik membahayakan atas badannya, atau hartanya). Dua hal tersebut merupakan hal yang paling buruk. 

Karena dari sesungguhnya seluruh perintah Allah selalu tergolong kepada dua perkara tersebut (pengagungan kepada Allah dan menebar kasih sayang kepada makhluk-Nya). Mengagungkan Allah dan berbuat baik kepada makhluknya, sebagaimana firman Allah Ta’ala. "Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat." (Q.S Al Baqarah:43). Dan melanggar keduanya adalah dosa yang teramat besar.

Dan dalam surat yang lain firman Allah Ta’ala, "Hendaklah kamu bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu." (Q.S. Luqman :14)

Disarikan daripada Kitab Nashaihul 'Ibad karya Syeikh Nawawi Bantani

Read More

Monday, July 2, 2018

KAJIAN : RAMADHAN, HABIS MANIS SEPAH DIBUANG

9:29 AM 0

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Insya Allah Komunitas Pengajian Raisul Fata akan mengadakan pengajian umum yang akan diasuh/dibimbing oleh Al Fadhil Ustadz Muhammad Rizal AG, LC, MA pada :
Hari : Sabtu, 30 Juni 2018
Pukul  :09.00 WIB
Tempat : Mesjid Baitul 'Allam, Kuta Alam, Banda Aceh"
Tema : Ramadhan, Habis Manis Sepah di Buang?"

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda: 
“Lakukanlah amal sesuai kesanggupan. Karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan sehingga engkau menjadi bosan. Dan sesungguhnya amal yang paling Allah sukai ialah yang terus-menerus dikerjakan walaupun sedikit.” (HR Abu Dawud 1161)

Semoga Allah senantiasa meringankan langkah kita agar dapat menghadiri majelis-majelis taman surga dan membimbing kita selalu ke jalan perubahan yang lebih baik.
Aamiin.

Kami berharap kepada seluruh muslimin dan muslimat untuk mengajak juga teman, sahabat dan keluarga untuk menghadiri majelis pengajian yang mulia ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)

Jazakumullah khairan katsir.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wb.

*PENGURUS KOMUNITAS PENGAJIAN RAISUL FATA*
Read More

Post Top Ad